UNIVERSITY, society.ruber.id – Pencak silat, merupakan salah satu seni bela diri tradisional yang berasal dari Nusantara, kini telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO sejak tahun 2019.
Namun, jauh dari sekadar seni bela diri, pencak silat memiliki dimensi yang jauh lebih dalam.
Informasi tentang Pencak Silat Masih Terbatas
Gending Raspuzi, seorang pegiat seni pencak silat asal Jawa Barat mengatakan, informasi tentang sejarah pencak silat masih terbatas.
Sebagian besar literatur yang ada ditulis oleh tokoh-tokoh, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, namun jumlahnya relatif sedikit.
Gending berbicara pada acara Keurseus Budaya Sunda dengan tema Kamekaran Penca Silat di Tatar Sunda.
Acara ini, diselenggarakan secara daring oleh Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda (PDPBS) Universitas Padjadjaran, yang dimoderatori oleh Prof. Ganjar Kurnia, Ketua PDPBS Unpad.
Gending menjelaskan, pencak silat diduga telah ada sejak lama.
Ini didasarkan pada pandangan bahwa bela diri adalah kemampuan alamiah manusia dan makhluk hidup lainnya.
Dalam praktiknya, pertahanan diri alamiah ini berkembang menjadi teknik dan taktik bertarung.
“Jadi awalnya pasti sudah punya naluri bagaimana teknik menyerang, teknik menangkis. Tetapi mungkin belum teratur,” kata Gending.
Kata “pencak” atau “penca” dalam bahasa Sunda mulai digunakan pada masa kerajaan dan dapat ditemukan dalam beberapa naskah Sunda. Termasuk, dalam naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian.
Selama masa kolonial, berbagai aliran pencak silat, seperti Cimande dan Cikalong, berkembang di Jawa Barat. Setelah kemerdekaan. Tepatnya, pada tahun 1948, Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) didirikan.
Ini, dilakukan untuk menyatukan dan mengorganisir seni pencak silat yang berkembang di seluruh Jawa Barat dan wilayah lain di luar Jawa Barat.
Peran PPSI di Jawa Barat
Di Jawa Barat sendiri, Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI) didirikan untuk mengoordinasikan seni pencak silat di Tatar Pasundan.
Pencak silat memiliki beberapa aspek, termasuk bela diri, seni, olahraga, dan aspek mental spiritual.
Dalam aspek bela diri, seni pencak silat mengajarkan teknik untuk melindungi diri sendiri.
Ada juga teknik bela diri yang dipertandingkan atau dipertunjukkan dengan gerakan yang sudah diatur.
Dalam aspek seni, pencak silat mengeksplorasi nilai-nilai estetika dan sering disertai oleh alat musik waditra dan ritme irama wirahma.
Aspek olahraga mencakup jenis pencak silat yang bersifat kompetitif antara atlet.
Terakhir, aspek mental spiritual merupakan jenis pencak silat yang fokus pada pengembangan dan pembinaan mental pemainnya.
Meskipun telah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda, Gending menyoroti perlunya perhatian yang lebih besar terhadap pencak silat.
Pengakuan ini tidak boleh hanya menjadi status belaka, tetapi harus diikuti dengan upaya nyata untuk melestarikan dan mengembangkan seni bela diri tradisional ini.
Pencak silat bukan sekadar seni bela diri, melainkan juga warisan budaya nusantara berharga yang perlu diberikan perhatian dan dukungan lebih lanjut untuk memastikan kelangsungannya di masa depan.