Islam Basmi Korupsi Bukan Mimpi

Islam Basmi Korupsi Bukan Mimpi
Foto ilustrasi from iStockphoto

COMMUNITY, society.ruber.id – Tertangkapnya Wali Kota Bandung, Yana Mulyana, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Jumat (14/4/2023) lalu, telah menambah daftar pejabat yang tersandung kasus korupsi di negeri ini.

Sebagaimana dikabarkan media, Yana Mulyana diamankan KPK hanya empat hari menjelang setahun memimpin Kota Bandung.

Wali Kota Yana Mulyana ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) atas dugaan pengadaan barang dan jasa CCTV juga jaringan internet pada program Smart City Kota Bandung.

Akibat kasus ini, Yana Mulyana pun menambah daftar Walikota dan Bupati di Jawa Barat yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

Masalah Utama dan Membudaya

Korupsi saat ini menjadi masalah utama negara. Hampir di semua lini terjadi korupsi, mulai level desa sampai pejabat tinggi.

Tak ada lembaga negara yang absen dari kasus korupsi, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

Korupsi telah menjadi budaya. Jual beli jabatan, proyek, sampai suara seolah hal yang lumrah.

Dengan adanya kebijakan ini, keseriusan pemerintah dalam pemberantasan korupsi patut dipertanyakan.

Realitas Hukum Sekuler

Inilah realitas hukum sekuler yang tidak berpijak pada halal dan haram, begitu mudah menoleransi sebuah kejahatan.

Kejahatan bukan berdasarkan benar atau salah, tetapi berdasarkan hitung-hitungan materi.

Akibatnya, akan muncul anggapan bahwa tidak apa-apa korupsi, asal sedikit.

Lebih parah lagi, tidak mengapa korupsi, asal tidak ketahuan.

Jika anggapan ini meluas di masyarakat, kehancuran negeri akan tinggal menghitung waktu.

Realitas hukum sekuler ini mengingatkan kita pada realitas hukum jahiliah.

Dahulu, sebelum Islam datang, apabila ada rakyat kecil yang mencuri akan mendapatkan hukuman yang berat.

Sementara, saat para pembesar yang mencuri akan dimaafkan.

Hadis Rasulullah SAW

Rasulullah SAW., bersabda, “Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah manakala ada orang yang terpandang (terhormat) dari mereka mencuri, mereka pun membiarkannya.”

“Namun jika ada orang yang lemah dan hina di antara mereka ketahuan mencuri, dengan segera mereka melaksanakan hukuman atasnya.” (HR Muslim).

Hari ini pun demikian adanya. Jika rakyat kecil yang mencuri hanya untuk bertahan hidup, sanksi berat mereka dapatkan.

Sedangkan, jika pejabat yang mencuri uang negara, mereka justru mendapatkan keringanan hukuman.

Kondisi ini, akan bisa berujung pada kehancuran negeri sebagaimana sabda Rasulullah SAW di atas.

Sanksi Tegas Korupsi

Tentu berbeda jika penentuan kejahatan korupsi berdasarkan halal dan haram sebagaimana dalam sistem Islam.

Dalam syariat Islam, korupsi adalah haram, baik sedikit atau pun banyak.

Korupsi dengan nominal berapapun akan memperoleh sanksi yang tegas.

Rasulullah SAW. bersabda, “Siapa saja yang kami beri tugas melakukan sesuatu pekerjaan dan kepada dia telah kami berikan rezeki (gaji). Maka, yang diambil oleh dia selain itu adalah kecurangan (ghulul).” (HR Abu Dawud).

“Barang siapa melakukan ghulul, ia akan membawa barang ghulul itu pada hari kiamat.” (HR At-Tirmidzi)

Korupsi adalah Ghulul

Korupsi terkategori ghulul, baik berupa mengambil harta yang bukanlah haknya dari uang negara, risywah atau suap menyuap, hadiah untuk pejabat dan keluarganya atau gratifikasi, dan lain-lain. Semuanya itu haram.

Rasulullah SAW. bersabda, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur.” (HR Ahmad).

Islam sangat tegas terhadap pelaku kejahatan, meski dia seorang bangsawan atau pejabat.

Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Cara Islam Mencegah Korupsi

Dalam sistem Islam untuk mencegah terjadinya korupsi dengan melakukan seleksi para pejabat dari orang-orang yang bertakwa.

Lalu, negara melakukan penghitungan terhadap harta pejabat sebelum menjabat dan sesudahnya.

Jika ada kenaikan yang tidak wajar, akan dilakukan pembuktian terbalik.

Para pejabat harus bisa membuktikan sumber hartanya, apakah dari jalan yang benar atau tidak.

Jika tak mampu membuktikannya, atau terbukti itu harta ghulul, mereka akan memperoleh sanksi yang tegas.

Sanksi Takzir

Tindakan korupsi masuk dalam kategori takzir, yaitu uqubat (sanksi-sanksi) yang dijatuhkan atas kemaksiatan yang tidak ada had dan kafarat di dalamnya.

Kadar sanksi takzir berada di tangan penguasa tetapi boleh diserahkan kepada ijtihad qadi.

Dengan demikian, sanksi takzir bagi koruptor bisa sampai berupa hukuman mati, jika ijtihad pemimpin menentukan demikian.

Koruptor akan mendapatkan sanksi sosial berupa pengumuman (tasyhir) dan sanksi ekonomi berupa pemiskinan.

Tak Ada Toleransi untuk Korupsi

Penerapan hukuman ini sangatlah tegas, tak ada privilese untuk para pejabat tinggi maupun orang dekat penguasa.

Dalam kitab Al-Amwal, karya Abu ‘Ubaid, disebutkan saat ada fenomena harta para pejabat bertambah, Umar bin Khaththab mengirim utusan untuk menemui para pejabat tersebut.

Umar lalu membagi harta mereka menjadi dua, separuh diserahkan untuk negara dan separuh lagi diserahkan untuk mereka.

Inilah realitas hukum Islam tidak ada toleransi sedikit pun terhadap tindakan korupsi.

Kasusnya akan diusut tuntas dan pejabat yang terbukti korupsi akan mendapatkan sanksi yang tegas.

Keadilan pun niscaya terwujud sehingga rakyat merasa aman dan tenteram. Wallahu a’lam bishshawab.